Bahasa Indonesia, seperti bangsa Indonesia, sejak dari sono-nya merupakan gado-gado alias campuran atawa indo bin blasteran, binti hibrid. Dalam bahasa kita, mengalir lancar istilah Melayu, Jawa, India, China, Arab, Portugis, Belanda, Inggris, dan seterusnya. Sama sekali ini bukan cela, noda, atau bencana. Tapi juga bukan barang unik, atau berkah istimewa. Itu ciri milik semua bahasa dan bangsa mutakhir.
Sastrawan menulis buku non-fiksi? Bukan hal aneh. Ilmuwan atau wartawan menulis cerpen atau novel? Juga banyak. Umberto Eco menulis novel "In the Name of Rose" sebaik ia menulis teori-teorinya tentang semiologi, Jean Paul Sartre dikenal sebagai tokoh filsafat namun ia dinobatkan sebagai pemenang Nobel Sastra atas karya novelnya, Sihar Ramses Simatupang adalah wartawan Sinar Harapan yang tahun lalu meluncurkan sebuah novel berjudul Lorca, dan banyak lagi contoh lainnya. Walaupun menekuni satu bidang memang baik karena keterbiasaan akan membuat kualitas tulisan kita lebih bagus, namun tak ada salahnya jika sesekali kita mencoba bentuk tulisan lain. selengkapnya... about Antara Fiksi dan Non-fiksi