Ditulis oleh: Yudo
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PELITAKU
Tip Menulis
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri atas banyak suku, bahasa, dan budaya. Kita, sebagai penulis muda, harus menyadari bahwa kita wajib melestarikan warisan itu melalui karya-karya kita. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk dapat melestarikan budaya kita? Di bawah ini ada beberapa ide tentang beberapa aksi sederhana yang bisa kita lakukan sebagai sumbangsih kita terhadap upaya pelestarian bahasa dan budaya negeri ini.
Oleh: Yosua S. Yudo
Belakangan ini, dunia perbukuan mengalami perkembangan yang menggairahkan. Pengarang dan penulis buku lebih leluasa mengungkapkan gagasan dan pikirannya. Penerbit-penerbit baru bermunculan, ratusan judul buku baru terbit setiap bulannya, dan minat baca masyarakat pun ditengarai meningkat. Kondisi ini merupakan peluang yang patut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mereka yang berminat untuk terjun ke dalam dunia kepenulisan.
Disadur oleh: Yosua Setyo Yudo
Mengadakan penelitian sebelum menulis karya tulis fiksi maupun nonfiksi seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi seorang penulis fiksi, apalagi penulis nonfiksi karena dengan melakukan penelitian, seorang penulis dapat mengetahui dengan lebih dalam tentang seluk beluk subjek yang hendak ia bahas dalam tulisannya. Namun demikian, masih banyak penulis yang enggan meneliti subjek yang hendak dibahasnya, entah karena merasa sudah mengenal betul subjek tersebut atau karena malas untuk mencari tahu lebih dalam lagi. Padahal, penelitian yang sederhana sekalipun akan memberi masukan kepada si penulis, sehingga akan mengangkat kualitas tulisannya.
Ditulis oleh: Yosua S. Yudo
Hal utama yang harus diingat ketika menulis karya fiksi adalah mengapa orang ingin membaca karya kita? Orang yang membaca karya fiksi tentu saja sedang mencari hiburan. Bayangkan betapa kecewanya Anda ketika sedang mencari hiburan lewat membaca cerpen, tetapi yang Anda temui justru sebuah "catatan khotbah", lengkap dengan ayat-ayat dari Kitab Suci. Hal itu bukan hanya menggelikan, tetapi juga membuat nilai-nilai yang baik itu seolah menjadi hambar dan klise.
Menyajikan hiburan bukan berarti tidak bisa memberikan nasihat atau pesan moral kepada pembacanya. Di bawah ini, saya akan menunjukkan tiga cara yang dipakai oleh Bapak Literatur Fantasi dunia, J.R.R. Tolkien, untuk membawa pembacanya mempelajari nilai-nilai moral sekaligus menikmati karyanya.
Pada tahun 1959, seorang gadis SMA dari Amerika Serikat menulis sebuah surat kepada C.S. Lewis dan meminta saran kepadanya berkaitan dengan keterampilan tulis-menulis. Di bawah ini adalah balasan yang dikirimkan oleh C.S. Lewis, dan saya akan menambahkan komentar editorial di masing-masing butir tersebut.
1. Matikan radio.
Hari ini, fiksi kristiani sudah lebih populer ketimbang 20 tahun yang lalu. Kini sudah banyak penerbit dan agen literatur yang memfokuskan spesialisasi mereka di fiksi kristiani untuk remaja, dan ada banyak majalah serta publikasi lainnya yang dapat menjadi pasar potensial bagi karya Anda. Karena itu, jika Anda benar-benar rindu menulis fiksi Kristiani untuk remaja, jangan menyerah ketika Anda mendapat beberapa penolakan dari penerbit. Tetaplah menulis cerita-cerita pendek atau naskah novel, dan kirimlah tulisan Anda ke berbagai agen dan penerbit, sebab Anda tidak akan pernah tahu kapan akan mendapat surat penerimaan atas karya Anda.
Banyak orang menemukan tujuan hidup dari tema-tema bacaan favoritnya. Meski demikian, tidak ada batasan bagi siapa pun untuk menggali manfaat dan pengetahuan dari semua jenis bacaan. Bahkan, sepotong koran yang terbawa angin pun bisa memuat pengetahuan yang memberikan inspirasi.
Apakah Anda memiliki kesulitan dalam menuangkan ide-ide Anda ke atas kertas? Cobalah teknik berikut ini.
-
Bersihkan pikiran Anda. Tenangkan diri Anda, lupakan semua aturan yang mencakup aturan tata bahasa, sebab inilah bagian yang paling penting dari latihan ini.
-
Tentukan batas waktu bagi Anda sendiri. Jika Anda adalah penulis pemula, cobalah selama 10 menit. Jika Anda seorang penulis yang lebih berpengalaman, cobalah untuk menulis selama 20 menit. Ada pula yang menyarankan sesi menulis yang lebih lama, yaitu 45 menit sampai satu jam. Namun, saya menemukan bahwa batas waktu yang lebih dari 20 menit akan menjadi tidak efektif, sebab yang akan dihasilkan hanyalah bagian-bagian dari ide-ide yang tercecer di sana-sini dan jauh terpisah dari fokus utama, sehingga si penulis tidak dapat memakainya untuk karya tulis yang diinginkannya.